Membangun Keluarga Kristen Yang Kokoh
Ketika Tuhan menciptakan keluarga, yang dimaksudkan adalah sebuah keluarga yang kokoh. Hal itu tidak terjadi dengan sendirinya. Ada unsur-unsur yang diperlukan guna mencapai hal itu. Kesetiaan dan Kekudusan adalah dua hal yang sangat mendasar dalam membangun pernikahan yang sesuai dengan pola Allah.
1. Kesetiaan
Kata ‘setia’ yang memiliki 3 (tiga) pengertian, yaitu:
a. Patuh
“Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya bagi…” Efesus 5:25
Dalam pengertian ini berarti seorang suami harus patuh pada prinsip-prinsip Alkitab bagaimana peran dan tanggung jawab seorang suami.
Peran suami ialah sebagai imam, nabi dan raja.
• Sebagai imam berarti bertanggung jawab untuk seluruh kehidupan rohani anggota keluarganya.
• Sebagai nabi, berarti bergaul intim dengan Tuhan sehingga mengerti kehendak Tuhan dan mengajarkannya kepada keluarganya.
• Sebagai raja berarti bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga, melindungi dan mengatur semua anggota keluarga.
Demikian juga seorang isteri harus patuh dan taat terhadap ketetapan-ketetapan Tuhan.
“Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat.” Efesus 5:22-23
Peran isteri ialah penolong, pendamping dan penghibur.
• Sebagai ‘penolong’ berarti ia menolong suami untuk memaksimalkan perannya. Sama seperti Adam lebih maksimal setelah kehadiran Hawa. Mereka diberikan mandat yang lebih besar untuk menguasai dan menaklukkan bumi.
• Sebagai ‘pendamping’, walaupun secara fisik pria umumnya lebih kuat dari pada wanita, tetapi isteri memiliki kekuatan yang tidak dimiliki suami yaitu umumnya memiliki sensitifitas yang lebih tinggi. Peran sebagai pendamping terutama di dalam fungsi sosial.
• Sebagai ‘penghibur’ yang melayani kebutuhan emosional dan lahiriah suami. Dalam hal ini peran suami dan isteri tidak ada yang bisa menggantikan.
b. Tetap dan Teguh Hati
Tetap dan teguh hati kepada pasangan walaupun menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan. Menikah dengan orang yang dicintai bukan berarti tidak ada konflik atau masalah, tetapi merajut cinta di tengah konflik atau masalah itulah seni sebuah pernikahan.
Pernikahan bukanlah satu perjalanan yang hanya untuk bersenang-senang, tetapi merupakan lembaga ciptaan Allah; sebagai mitra-Nya untuk menggenapkan rencana-Nya. Kejadian 1:26-28
c. Berpegang Teguh pada Pendirian atau Janji
Dalam menjalani pernikahan banyak hal yang dapat membuat suami dan isteri tergoda untuk mengingkari janji setianya. Saat suami melihat dan menemukan hal-hal yang tidak disukai dalam diri isterinya, demikian pun sebaliknya. Hal ini berpotensi kuat dapat menggoyahkan kesetiaan pasangan dalam pernikahan.
Pada umumnya berapa tahun pun dalam pergaulan pranikah setiap pribadi cenderung lebih melihat kelebihan-kelebihan pasangannya.
Menurut Walter Trobisch penulis buku I Married You, berapa lama pun berpacaran, maksimum seseorang dapat mengenal pasangannya hanya sebesar 30%, itupun umumnya hal-hal yang baik.
Kesetiaan berarti berpegang teguh pada janji yang telah diikrarkan sewaktu pemberkatan nikah dan pencatatan sipil. Janji nikah tersebut diucapkan di hadapan berbagai pihak:
1. Di hadapan Tuhan
2. Di hadapan hamba Tuhan dan seluruh pengerja
3. Di hadapan orangtua mempelai dan seluruh keluarga besar yang menghadiri
4. Diucapkan terhadap mempelai wanita oleh mempelai pria
5. Diucapkan terhadap mempelai pria oleh mempelai wanita
6. Diucapkan di hadapan petugas Negara yakni dalam pencatatan sipil
7. Diucapkan di hadapan seluruh keluarga, teman dan handai taulan
Ketidaksetiaan ataupun pelanggaran terhadap janji nikah berarti mengingkari perjanjian yang telah diucapkan di hadapan tujuh pihak di atas. Firman Allah berkata:
“Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat.”
Maleakhi 2:16
Dalam pemberkatan nikah, janji yang diucapkan oleh kedua mempelai tidak dibatasi oleh waktu, tetapi sampai kematian yang memisahkan. Karena itu kesetiaan adalah hal yang sangat prinsip dalam pernikahan.
2. Kekudusan
Kekudusan adalah unsur kedua yang penting dalam pernikahan. Kata ‘kudus’ dalam bahasa Yunani adalah hagios, yang artinya dipisahkan atau dikhususkan hanya untuk Tuhan.
• ‘Kudus’ dalam Hidup Nikah
Artinya gaya hidup dan standar moral yang dijalani oleh setiap pasangan Kristen tidak sama dengan gaya hidup dunia ini. (Roma 12:2)
• ‘Kudus’ dalam Pekerjaan
Pekerjaan harus dilihat sebagai mandat yang Tuhan berikan guna dipakai untuk membangun Kerajaan Allah, bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Semua potensi dan karunia harus digunakan secara maksimal saat melakukan pekerjaan yang telah Tuhan percayakan.
• ‘Kudus’ dalam Hobi
Setiap orang memiliki hobi, tetapi hobi tidak boleh mengalahkan hal-hal yang menjadi prioritas utama. Jika hal itu terjadi maka hobi sudah menjadi berhala. Hobi jangan sampai lebih penting dari kebersamaan dengan keluarga.
• ‘Kudus’ dalam Keuangan
Umat Tuhan tidak mungkin mencintai Tuhan dengan sungguh-sungguh dan pada waktu yang sama juga mencintai Mamon. Cinta pada Mamon menggeser cinta pada Tuhan.
“Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar”
1 Timotius 6:6.
Ibadah yang disertai rasa cukup, dapat mensyukuri semua pemberian Tuhan. Alkitab selanjutnya berkata:
“Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” Ibrani 13:5
Semua fasilitas, uang dan materi lain adalah pemberian Tuhan untuk dikelola bagi kemuliaan-Nya. Kita bukanlah pemilik, tetapi hanya pengelola. Ketika kita berpikir bahwa uang berasal dari keringat dan air mata sendiri, maka kita akan memegangnya jauh lebih erat. Kita menjadi terikat dengan uang kita, dan uang itu sebenarnya menjadi tuan kita. Tetapi ketika kita melihat diri kita sebagai seorang pengelola dan mengakui uang sebagai berkat Allah, meskipun kita bekerja untuk mendapatkannya, hal itu akan mengubah posisi uang dalam hidup kita. Uang tidak lagi mengendalikan kita tapi hanya menjadi sebuah sarana.
Uang menjadi sesuatu yang kudus, bilamana tidak mengendalikan kehidupan pernikahan, tetapi Roh Kudus yang mengendalikan. Secara praktis, setiap berkat yang diterima selalu disyukuri dengan memberikan persembahan persepuluhan, persembahan syukur, ditabung, baru sisanya yang dipakai. Semua pemakaian uang harus tetap bermuara untuk membangun kerajaan Allah.
• 'Kudus' dalam Hubungan Intim Sebagai Suami Isteri
Pernikahan adalah hal yang sangat eksklusif, yang tidak dapat dibagikan kepada siapapun. Fungsi seorang ayah atau ibu masih dapat digantikan oleh orang lain, tetapi fungsi sebagai suami atau isteri, tidak ada pribadi yang dapat mewakilinya. Jika suami atau isteri berhalangan maka tidak dapat diwakilkan kepada pribadi yang lain dengan alasan apapun juga.
Prinsip Firman Allah:
1. Seks adalah ciptaan Allah yang kudus (Kejadian 1:27)
2. Seks hanya dapat dinikmati dalam pernikahan (Kejadian 1:27-28;2:24)
3. Seks bukan hanya untuk prokreasi, tetapi juga untuk rekreasi (Amsal 5:15-19, Kidung Agung 7:1-3)
4. Seks bukan sebagai akibat dosa (Kejadian 1:27-28)
5. Seks diberikan dalam pernikahan untuk menghindari percabulan (1 Korintus 7:1-5)
6. Seks diberikan untuk dinikmati secara bersama oleh suami isteri (Kejadian 1:28)
7. Seks harus dikembalikan untuk kemuliaan Allah (Kejadian 1:28, Kolose 3:17,23)
“Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.” (Ibrani 13:4). (MK)
Quote:
“Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Matius 19:6) Sumber: www.gbimodernland.com Gambar: www.scpeanutgallery.com