Roh Keserakahan Dalam Rumah Tangga
"Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. 10 Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka" (1 Timotius 6:9-10 TB).
Pernahkah Anda memperhatikan dengan seksama pada saat anak-anak sedang bermain? Diantara permainan yang diperagakan mereka ada kalanya mereka menampilkan kehidupan rumah tangga. Ada yang menirukan perilaku seorang ayah dan ada pula yang menirukan perilaku seorang ibu. Peran yang ditampilkan anak-anak ini saat bermain adalah hasil observasi mereka terhadap lingkungan dimana mereka dibesarkan. Ada yang menirukan peran orang tua yang otoriter baik sebagai ayah ataupun ibu; ada juga yang menirukan peran seorang ayah yang selalu hidup dengan alasan-alasan yang dicari-cari; ada yang menirukan sikap seorang ibu yang kejam atau seorang ibu yang dipenuhi dengan kelemah lembutan layaknya seorang ibu. Ada juga yang menampilkan sikap seorang ayah yang mendidik dan penuh dengan tanggung jawab sebagai seorang ayah. Namun pernahkah Anda memperhatikan figur seorang ibu yang diperagakan oleh sang anak sebagai sosok pribadi yang ditunggangi oleh roh keserakahan?
Pernikahan bukanlah sebuah permainan seperti yang ditampilkan oleh anak-anak ketika mereka sedang bermain. Saat mereka bosan, mereka beralih kepada permainan yang lain. Tidak jarang dalam bermain tersebut anak yang memainkan peran sebagai pribadi yang dilihatnya dalam kehidupan dimana ia dibesarkan hanyut dalam emosi yang meluap saat ia memainkan fungsi sebagai pribadi yang diamatinya. Kali ini penulis mengajak setiap pembaca yang membaca tulisan ini untuk merenungkan inti tulisan yang berjudul "Roh Keserakahan Dalam Rumah Tangga". Karena keserakahan adalah sebuah karakter yang terbentuk sejak saat kecil yang dibawa masuk kedalam rumah tangga maka penulis membatasi tulisan ini sebatas kehidupan suami dan istri tanpa melibatkan dampak yang terjadi pada anak-anak sebagai pengamat yang setia dari drama yang ditontonnya setiap hari dalam sebuah rumah tangga yang nyata. Harapan penulis adalah agar tulisan ini dapat merupakan bahan pemikiran untuk membuat sebuah perubahan sebelum kehidupan rumah tangga Anda hancur berantakan. Pikiran atau gambaran seperti apakah yang terlintas atau terbesit dalam alam pikiran Anda saat Anda membaca judul artikel hari ini?
Sikap serakah jika dipupuk akan bertumbuh dan menjadi kuat. Pada puncaknya sikap serakah ini akan menghalalkan segala cara untuk memuaskan keinginan daging. Tidak jarang orang tua, pasangan hidup, teman dekat menjadi sasaran untuk memuaskan roh keserakahan ini. Rumah tangga hancur berantakan, anak-anak bertumbuh dengan penyimpangan-penyimpangan moral, hubungan antara orang tua dan anak, maupun antara suami dan isteri ataupun dengan sesama teman dapat menjadi rusak. Jika keinginan roh keserakahan ini tidak terpenuhi, maka orang yang dipenuhi dengan roh keserakahan ini mampu mengambil tindakan diluar perhitungan akal sehat. Tidak jarang orang tua maupun pasangan hidup menjadi sasaran kekejaman akibat keserakahan.
Keserakahan muncul karena seseorang tidak pernah merasa puas akan segala sesuatu yang dimilikinya. Cinta kepada uang dan harta melebihi cinta kepada Tuhan ataupun sesama manusia, karena itu orang serakah memburu uang dengan segala macam cara yang dihalalkannya."Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka" (1 Timotius 6:10 TB). Tidak ada seorangpun yang dapat menghentikan sikap serakah ini kecuali yang bersangkutan sendiri; sikap serakah harus diganti dengan rasa cukup dalam segala hal (Filipi 4:11-13); yang bersangkutan harus belajar mencukupkan diri dan belajar bersyukur dalam segala hal.
Solusi untuk mengatasi keserakahan agar tidak bertumbuh adalah seperti yang diajarkan Alkitab, Firman Tuhan yang hidup, "Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau" (Ibrani 13:5). Dan Lukas 21:33 (TB) berkata, "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu". Ayubpun mengatakan dengan telanjang ia keluar dari kandungan ibunya dan dengan telanjang juga ia akan kembali (Ayub 1:21), tidak ada sesuatupun yang dibawa pergi saat ajal datang menjemput. Dapatkah Anda membayangkan apa yang akan terjadi dengan orang yang melekatkan dirinya dengan dunia dan segala keinginannya, padahal Firman Tuhan berkata langit dan bumi pasti berlalu pada suatu saat, namun FirmanNya kekal sampai selama-lamanya. Penulis berharap agar tulisan yang sangat sederhana dan sangat terbatas ini dapat menjadi pedoman dalam mengambil tindakan untuk belajar menjadi orang yang dapat mencukupkan dirinya dengan apa yang ada padanya sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan yang hidup seperti yang dikutip diatas dalam Ibrani 13:5. Semoga bermanfaat dan boleh menjadi berkat!
Penulis Rev.Dr. Harry Lee, MD.,PsyD
Gembala Restoration Christian Church di Los Angeles - California www.rccla.org
Sumber: www.jawaban.com